Mengutip Kompas.com menurut Maryam Zahra dan Meiske Y. Suparman M. Psi., Psikolog
Sekiranya dalam perjalanan kehidupan kita, seringkali mengalami luka dan melukai orang lain. Sebagai makhluk sosial, interaksi dengan sesama adalah hal yang tak terhindarkan, namun terkadang hal ini bisa memicu konflik. Tidak ada yang ingin berada dalam posisi yang menyakitkan atau menyakiti orang lain, karena kedua hal tersebut tidak menyenangkan.
Setelah mengalami luka, seringkali kita berharap untuk mendapatkan permintaan maaf dari pelaku agar bisa meredakan rasa sakit yang kita rasakan. Namun, terkadang kita diminta untuk bersikap ikhlas dan memaafkan agar tidak ada dendam dan kita bisa hidup dalam kedamaian. Psikologi positif menegaskan bahwa memaafkan dapat membantu kita menjadi lebih sehat secara emosional. Pentingnya memulihkan hubungan antarindividu setelah terjadinya konflik juga diakui.
Meskipun demikian, memaafkan bukanlah hal yang mudah. Setelah mengalami kejadian yang menyakitkan, kita mungkin merasakan berbagai emosi negatif seperti marah, benci, dendam, dan kecewa. Banyak faktor yang membuat seseorang enggan memaafkan kesalahan orang lain, dan hal ini dapat berdampak besar pada kesehatan mental seseorang.
Misalnya, ketika seseorang merasa kesal karena disakiti oleh orang lain, baik melalui tindakan maupun kata-kata, emosi negatif tersebut dapat terus mengendap dalam pikiran dan menyebabkan rasa kesal, sedih, dan kecewa. Terkadang, tanpa disadari, kita bisa menjauh dari orang yang telah menyakiti kita atau bahkan membalas perbuatannya tanpa disadari.
Contoh lain yang lebih ekstrem adalah ketika seseorang memiliki obsesi untuk membunuh orang tua mereka karena trauma masa lalu. Mereka mungkin telah menyaksikan atau menjadi korban kekerasan dalam keluarga mereka, yang menyebabkan mereka menyimpan perasaan marah, kecewa, sedih, dan trauma. Semua emosi negatif ini dapat memicu obsesi untuk membalas perlakuan orang tua mereka.
Waktu yang dibutuhkan seseorang untuk memaafkan dapat bervariasi. Memaafkan seharusnya datang dari hati, bukan dipaksakan. Ketidakmampuan untuk memaafkan tidak membuat seseorang menjadi jahat, mungkin mereka hanya membutuhkan waktu lebih lama untuk menerima dan memutuskan untuk memaafkan.
Artikel ditulis oleh Wiradeffa