Pada Senin 6 Januari 2025, Brazil yang merupakan tuan rumah dan sekaligus presiden BRICS tahun ini mengumumkan dengan sah dan resmi bahwa indonesia telah menjadi anggota penuh BRICS. Dilansir dari kompas.com, Kementerian Luar Negeri Brazil mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara yang jumlah populasi dan perekonomian terbesar di Asia Tenggara memiliki komitmen yang setara dengan negara-negara lain dalam mereformasi lembaga-lembaga tata kelola global dan memberikan kontribusi positif dalam memperdalam kerjasama di kawasan selatan (global south). Keanggotaan Indonesia di BRICS juga merupakan bagian dari sebuah agenda dalam dorongan perluasan organisasi dan keanggotaan saat pertemuan puncak BRICS pada  22-24 November 2023 di Johannesburg yang mana pada saat itu Indonesia memilih secara resmi bergabung dengan BRICS setelah terbentuk pemerintahan baru hasil pemilu 2024. Hal ini juga didukung oleh Rusia sebagai Ketua BRICS 2024 dan memfasilitasi bergabungnya Indonesia ke BRICS.

Sumber CNN Indonesia

Dilansir dari CNN, resminya Indonesia menjadi anggota penuh tentunya Indonesia memiliki pengaruh besar dalam pengambilan keputusan dan memainkan peran langsung dalam menentukan agenda dan kebijakan BRICS. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengatakan dengan keanggotaan penuh Indonesia di BRICS, hal ini dapat memperkuat kerjasama multilateral dalam tatanan global yang lebih inklusif. Indonesia menjadikan BRICS sebagai wadah penting untuk menguatkan kerjasama selatan-selatan atau kerjasama negara-negara berkembang, di mana melalui BRICS dapat memastikan suara dan aspirasi negara-negara belahan bumi selatan terdengar dan terwakili pada saat pengambilan keputusan global. Dilansir dari Kompas, masuknya Indonesia jadi anggota BRICS akan membuka peluang besar bagi Indonesia akses pasar yang lebih luas dalam mengekspor komoditas, seperti minyak kelapa sawit (CPO). Memperluas akses pasar tersebut, hal ini juga dapat membuat Indonesia mencari pasar alternatif sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap mata uang Amerika Serikat bahkan dedolarisasi. Selain itu, Indonesia juga bisa bebas dari pasar Uni Eropa yang akhir-akhir ini terlibat perselisihan dalam perdagangan global, seperti larangan impor minyak kelapa sawit (CPO). 

 

Artikel ditulis oleh Joel Keliat

Disunting oleh Alivia Ichsania Yuanani