Rencana pemerintah untuk mencabut relaksasi impor bahan baku dan barang modal melalui revisi Permendag No. 8 Tahun 2024 menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan pelaku usaha. Industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan garmen menjadi sektor yang paling terdampak. Kebijakan ini dinilai dapat memperlambat arus bahan baku yang sangat dibutuhkan untuk proses produksi, terutama karena sebagian besar bahan penolong masih harus didatangkan dari luar negeri.

Bagi industri yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, keterlambatan pasokan bahan baku bukan sekadar isu operasional, tetapi dapat berdampak langsung pada kelangsungan usaha dan keberlangsungan pekerjaan ribuan bahkan jutaan pekerja. Beberapa asosiasi industri menyampaikan bahwa jika aturan ini diberlakukan tanpa transisi yang jelas dan solusi praktis, potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran sangat mungkin terjadi. Selain itu, daya saing produk dalam negeri di pasar internasional pun bisa menurun akibat proses produksi yang tidak efisien.

Pelaku industri berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali dampak luas dari kebijakan tersebut dan mengedepankan komunikasi dengan dunia usaha. Kebijakan perdagangan sebaiknya mendukung pertumbuhan industri dalam negeri dengan tetap mengutamakan kepastian, efisiensi, dan keberpihakan pada sektor yang menyerap banyak tenaga kerja. Sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha sangat dibutuhkan agar Indonesia tidak hanya fokus pada pengendalian impor, tetapi juga memperkuat posisi industrinya dalam rantai pasok global.

 

Artikel ditulis oleh Shafa Alifia