Presiden Prabowo Subianto resmi melakukan reshuffle Kabinet Merah Putih pada Senin, 8 September 2025 yang menjadi perombakan besar kedua sejak kabinet ini dilantik pada Oktober 2024. Lima kementerian mengalami pergantian pejabat, sebuah kementerian baru dibentuk, dan beberapa kursi strategis kini masih kosong. Namun, di balik langkah tegas ini, muncul sebuah pertanyaan apakah reshuffle ini semata-mata memang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan atau justru bentuk respons terhadap meningkatnya tekanan publik dan tuntutan masyarakat?
Pergantian paling mengejutkan datang dari Kementerian Keuangan, di mana Sri Mulyani resmi digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa. Keputusan ini langsung memantik spekulasi di kalangan publik, mengingat peran Sri Mulyani yang selama ini dikenal menjaga stabilitas fiskal. Bahkan ketika Sri Mulyani diturunkan dari jabatannya, pasar modal sempat bergejolak. Sebagian masyarakat menilai pergantian ini merupakan bentuk penegasan politik bahwa arah kebijakan fiskal akan disesuaikan dengan visi baru pemerintah. Namun, beberapa masyarakat juga menilai akan seperti apa kondisi fiskal negara Indonesia setelah tidak adanya Sri Mulyani di jajaran para menteri?
Selain itu, reshuffle turut mengganti sejumlah menteri penting. Mukhtarudin ditunjuk menggantikan Abdul Kadir Karding sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), sementara Ferry Juliantono mengambil alih kursi Menteri Koperasi dari Budi Arie Setiadi. Jabatan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang sebelumnya dipegang Budi Gunawan kini masih diisi oleh pejabat ad interim hingga nama definitif diumumkan. Dito Ariotedjo juga resmi dicopot dari posisi Menteri Pemuda dan Olahraga, namun sosok penggantinya belum ditentukan.
Di sisi lain, pemerintah memutuskan untuk membentuk Kementerian Haji dan Umrah sebagai kementerian baru. Langkah ini dianggap sebagai respons terhadap tingginya kebutuhan layanan ibadah umrah dan naik haji di kalangan masyarakat. Mochamad Irfan Yusuf dipercaya menjadi Menteri Haji dan Umrah pertama, sementara Dahnil Anzar Simanjuntak dilantik sebagai wakil menteri. Peningkatan status lembaga ini menunjukkan upaya pemerintah menjawab salah satu tuntutan publik yang kerap muncul terkait transparansi dan efisiensi penyelenggaraan ibadah.

Sumber dari CNBC Indonesia
Di balik deretan nama baru dan struktur kementerian yang disegarkan, reshuffle kali ini tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik beberapa bulan terakhir. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa reshuffle dilakukan berdasarkan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja kementerian. Gelombang tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintah semakin menguat, baik terkait kebijakan ekonomi, penanganan pekerja migran, maupun transparansi pengelolaan anggaran negara. Banyak pihak menilai perombakan ini merupakan cara presiden meredam kritik publik sekaligus menegaskan arah politik yang lebih jelas.
Reaksi publik pun terbelah. Sebagian menilai reshuffle ini adalah langkah positif untuk memperkuat efektivitas pemerintahan, terutama dengan masuknya wajah-wajah baru yang dinilai lebih dekat dengan agenda presiden. Namun, ada juga yang skeptis, mempertanyakan sejauh mana pergantian ini akan benar-benar berdampak pada kualitas kebijakan, alih-alih sekadar memenuhi kalkulasi politik.
Dengan kursi Menko Polkam dan Menpora yang masih kosong, publik kini menunggu siapa sosok yang akan melengkapi formasi kabinet. Nama-nama yang beredar disebut-sebut memiliki latar belakang politik yang kuat, sehingga penunjukan ke depan akan menjadi indikator apakah pemerintah lebih mengedepankan profesionalisme atau konsolidasi kekuasaan.
Reshuffle menteri di Kabinet Merah Putih ini memperlihatkan dua sisi wajah pemerintahan di mana satu sisi, ini menjadi bukti bahwa presiden bersikap adaptif terhadap tantangan dan tuntutan publik. Namun di sisi lain, ada kesan bahwa perombakan ini juga bagian dari berbagai macam pertimbangan politik yang rumit, baik untuk menjaga soliditas koalisi maupun mengamankan kebijakan strategis ke depan. Pada akhirnya, publik menunggu pembuktian, yakni apakah wajah baru kabinet benar-benar akan membawa perubahan nyata bagi masyarakat ataukah reshuffle ini hanya sekadar meredam tuntutan sosial dan menjaga stabilitas politik jangka pendek semata?
Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani