Platform game daring populer, Roblox, tengah menghadapi gugatan serius dari negara bagian Louisiana, Amerika Serikat. Jaksa Agung Louisiana, Liz Murrill, melalui akun X mengumumkan bahwa mereka menuntut Roblox atas dugaan “kurangnya protokol keamanan” yang dinilai membahayakan anak-anak. Gugatan ini dilayangkan karena platform tersebut dituduh memprioritaskan pertumbuhan pengguna dan profit, sehingga membuka celah bagi predator anak.

Sumber dari WBUR
Menurut pernyataan resmi, Roblox tidak menerapkan verifikasi usia maupun izin orang tua saat pemain baru mendaftar dan tidak ada batasan usia yang ketat di gamenya. Kondisi ini memberi peluang luas bagi predator untuk menyamar sebagai anak-anak dan mendekati korban dengan mudah. Di dalam platform, ada sejumlah game buatan komunitas, seperti “Escape to Epstein Island”, “Diddy Party”, dan “Public Bathroom Simulator Vibe” yang dituduh mengandung materi seksual eksplisit dan bahkan menyimulasikan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Sumber dari Tempo
Gugatan ini juga menjadi perhatian global. Di Indonesia, misalnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, secara terbuka melarang anak-anak sekolah dasar memainkan Roblox karena dinilai menampilkan konten kekerasan yang dapat ditiru anak mengingat kemampuan mereka dalam membedakan dunia nyata dan maya masih terbatas. Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan perlunya penghormatan terhadap aturan perlindungan anak di Indonesia. Dalam pertemuan tertutup dengan perwakilan Roblox Asia Pasifik, Meutya meminta agar platform ini memperketat sistemnya dengan membatasi akses komunikasi antar pengguna anak, menyaring konten buatan pengguna yang vulgar, dan memperjelas fitur kontrol orang tua (parental control).
Menanggapi tekanan internasional dan sorotan publik, Roblox dikabarkan menanggapi gugatan ini dengan bantahan resmi, menyatakan bahwa mereka mengambil tindakan serius terhadap keselamatan pengguna anak dan terus berupaya memperkuat sistem proteksi di platform mereka. Meski demikian, detail spesifik tentang perubahan yang dilakukan, seperti teknologi filter, moderasi, atau desain ulang mekanisme komunikasi, belum sepenuhnya dipublikasikan.
Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani