Indonesia sedang menghadapi apa yang bisa disebut sebagai darurat literasi. Data dari Survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-63 dari 81 negara untuk kemampuan literasi membaca, dengan skor sekitar 359 poin. Menurut Perpustakaan Nasional, sekitar 25% siswa di Indonesia berada pada level kemampuan membaca yang relatif rendah, yakni mereka hanya mampu mengidentifikasi gagasan utama teks sedang dan tujuan utama teks. 

Faktor penyebab darurat literasi ini beragam. Akses ke bahan bacaan dan perpustakaan yang memadai masih menjadi kendala, khususnya di daerah pedesaan dan terpencil. Ketersediaan buku baru juga terbatas di banyak wilayah dan harga terkadang menjadi hambatan bila keuntungan penerbit dibatasi atau distribusi mahal. Kurikulum literasi, kompetensi guru membaca di kelas awal, dan budaya membaca di rumah pun tampaknya belum diperkuat secara sistemik. 

Sumber dari Retoria.id

Sama halnya dengan apa yang terjadi di Indonesia, Denmark baru-baru ini mengambil kebijakan yang cukup tegas untuk menghadapi masalah literasi baca di negaranya sendiri. Pemerintah Denmark mengumumkan bahwa mereka akan menghapus VAT (pajak pertambahan nilai) sebesar 25% pada penjualan buku. Pajak itu adalah salah satu pajak tertinggi untuk buku di Eropa dan dianggap menjadi salah satu hambatan agar buku menjadi lebih terjangkau. Langkah ini diambil karena statistik menunjukkan bahwa 24% remaja Denmark usia 15 tahun tidak mampu memahami teks sederhana. Artinya hampir satu dari empat pelajar seusia itu kesulitan dengan literasi membaca dasar. 

Penghapusan pajak buku ini diperkirakan akan “membebani” anggaran negara sekitar 330 juta kroner per tahun (sekitar €44 juta) karena kehilangan penerimaan pajak. Namun, pemerintah Denmark menilai bahwa pengeluaran tersebut layak sebagai investasi budaya dan pendidikan supaya buku bisa lebih murah, bisa lebih banyak orang membeli, dan minat serta kemampuan membaca bisa meningkat. 

Indonesia bisa mengambil banyak pelajaran dari langkah Denmark tersebut. Bila harga buku bisa ditekan melalui penghapusan atau pengurangan pajak buku, maka akses ke buku bisa lebih merata terutama di daerah yang jauh dari pusat kota. Penguatan perpustakaan di sekolah dan di masyarakat, distribusi buku murah atau gratis, serta program literasi membaca sejak usia dini sangat penting agar literasi tidak bergerak stagnan atau terus menurun.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani