Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa dana untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa dialihkan bila penyerapan anggaran hingga akhir tahun tidak berjalan maksimal. Menurutnya, pemerintah perlu menjaga agar setiap rupiah yang dikeluarkan APBN benar-benar memberi manfaat nyata kepada masyarakat. Salah satu opsi yang tengah disiapkan adalah pemindahan dana ke program bantuan sosial lain yang lebih siap dijalankan, seperti pembagian beras 10 kilogram bagi keluarga penerima manfaat atau bahkan digunakan untuk mengurangi defisit dan beban utang negara.

Purbaya menekankan bahwa pengalihan ini bukan bentuk sanksi terhadap Badan Gizi Nasional (BGN) atau kementerian pelaksana lainnya, melainkan strategi untuk memastikan anggaran tidak mengendap tanpa hasil. Ia menjelaskan bahwa evaluasi akan dilakukan hingga Oktober 2025 dan bila progress penyerapan masih rendah, maka realokasi anggaran dana akan segera dijalankan. “Uang rakyat harus dipakai dengan efektif. Kalau ada program yang belum siap, kita alihkan ke yang lebih siap agar manfaatnya cepat sampai,” ujarnya.

Di balik itu semua, adanya kebijakan ini, sorotan publik juga mengarah pada kasus keracunan makanan yang sempat menimpa sejumlah siswa saat uji coba MBG di beberapa daerah. Kasus tersebut memunculkan keraguan atas kesiapan distribusi dan standar kualitas pangan dalam program skala besar ini. Meski pemerintah segera melakukan investigasi dan pengetatan pengawasan, insiden tersebut menambah alasan bagi sebagian kalangan bahwa MBG belum sepenuhnya siap dijalankan.

Sumber dari sitepontianak

Purbaya sendiri menegaskan bahwa pemerintah tetap mendukung program MBG sebagai upaya memperbaiki gizi masyarakat, khususnya anak-anak sekolah, namun pelaksanaan teknisnya harus diperbaiki. Ia menambahkan bahwa Kementerian Keuangan akan mengawasi penyerapan dengan ketat sambil tetap membuka ruang fleksibilitas. “Kita ingin MBG sukses, tapi kalau ada hambatan, jangan sampai uang rakyat terbuang sia-sia,” kata Purbaya.

Keputusan soal pengalihan dana ini menuai beragam tanggapan. Pendukung kebijakan menilai langkah Purbaya realistis karena menempatkan efektivitas anggaran di atas sekadar penyerapan formal. Sementara itu, pihak yang kritis berpendapat bahwa realokasi berpotensi mengurangi komitmen pemerintah terhadap peningkatan kualitas gizi anak bangsa. Dengan adanya kasus keracunan, kekhawatiran publik pun bertambah, terlebih lagi mengenai jangan sampai kelemahan pelaksanaan justru dijadikan alasan untuk mengendurkan dukungan terhadap program gizi yang seharusnya menjadi prioritas jangka panjang.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani