Bali yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata dunia, tengah menjadi sorotan internasional bukan karena keindahannya, melainkan karena banjir besar yang melumpuhkan sebagian wilayah. Sejumlah media asing menyoroti bencana ini, menekankan bahwa penyebab banjir tidak hanya karena hujan deras, tetapi juga persoalan infrastruktur dari Bali yang tidak siap terhadap tingginya curah hujan.

Sumber dari detik.com

Hujan ekstrem yang mengguyur sejak Selasa malam hingga Rabu pagi memicu air meluap di banyak kawasan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan mencapai lebih dari 150 milimeter per hari, angka yang tergolong sangat tinggi dan berisiko menimbulkan bencana hidrometeorologi. Kondisi ini diperparah dengan saluran air yang tersumbat oleh sampah dan sedimen, membuat air tidak memiliki jalur mengalir dan akhirnya merendam pemukiman warga dan fasilitas umum.

Dampak banjir ini begitu nyata. Sedikitnya hingga saat ini sembilan orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 6 orang lainnya masih hilang. Ribuan rumah warga tergenang, sejumlah sekolah terpaksa menghentikan aktivitas, dan jalur transportasi vital terputus. Di kawasan Pasar Kumbasari, salah satu pusat perdagangan di Denpasar, air sempat mencapai dada orang dewasa sehingga para pedagang mengalami kerugian besar akibat barang dagangan mereka terendam.

Sumber dari Kompas.com

Media asing menilai banjir ini bukan sekadar fenomena cuaca, melainkan alarm keras bagi pengelolaan tata kota di Bali. Lahan resapan yang terus berkurang akibat pembangunan, minimnya ruang terbuka hijau, hingga sistem drainase yang tidak diperbarui membuat setiap hujan deras berpotensi berubah menjadi bencana banjir yang parah seperti yang terjadi sekarang. Sorotan internasional juga menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh agar Bali tidak terus menerus jatuh pada siklus bencana yang sama.

Di tengah upaya evakuasi yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bersama relawan, banyak pihak kini mendesak agar pemerintah daerah dan pusat bergerak lebih jauh. Perbaikan drainase, restorasi ruang hijau, hingga manajemen sampah yang lebih tegas dinilai harus segera menjadi prioritas. Sebab, jika tidak, tragedi banjir seperti yang terjadi kali ini hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali terulang.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani