OpenAI baru saja mengenalkan fitur baru di ChatGPT yang diklaim akan membuat hidup semakin mudah, yakni “Instant Checkout”. Dengan fitur ini, pengguna bisa langsung belanja barang atau layanan di dalam percakapan, tanpa perlu ribet pindah aplikasi atau masuk ke halaman pembayaran terpisah. Sekilas memang praktis banget, tapi di balik gebrakan ini, ada sejumlah pertanyaan besar yang belum terjawab.

Konsepnya sederhana, pengguna akan berbicara dengan ChatGPT, menemukan produk yang cocok, terus langsung bayar dalam hitungan detik. Model kayak gini jelas bisa bikin pengalaman belanja lebih personal dan cepat, apalagi tren belanja online di Indonesia maupun global terus meroket. Bayangkan saja, satu aplikasi bisa jadi asisten untuk menulis, mikirin ide, sampai jadi personal shopper. Kedengarannya futuristik, bukan?

Di balik semua kemudahan yang ada, masalahnya justru ada di balik kenyamanan itu. Fitur “Instant Checkout” artinya OpenAI bakal memegang akses ke data transaksi pengguna, mulai dari metode pembayaran sampai kebiasaan belanja. Pertanyaan besarnya, seberapa aman data ini? Kalau sampai ada kebocoran atau penyalahgunaan, dampaknya bisa serius, apalagi buat pengguna yang sering transaksi digital.

Selain itu, para pengamat juga menyoroti risiko monopoli. Dengan “Instant Checkout”, OpenAI bukan cuma main di ranah AI, tapi juga berpotensi masuk ke ranah e-commerce global. Kalau brand dan penjual lebih pilih jualan lewat ChatGPT karena interaksinya lebih cepat dan langsung, pemain e-commerce konvensional bisa terancam. Di satu sisi, ini membuka peluang baru. Di sisi lain, ini bisa membuat persaingan semakin timpang karena pasar dikuasai raksasa teknologi.

OpenAI sendiri mengklaim sudah menyiapkan sistem keamanan berlapis buat melindungi data pengguna. Tapi, dari apa yang sudah terjadi, perusahaan besar pun tidak kebal dari masalah kebocoran data. Jadi wajar kalau publik masih ragu, apakah kenyamanan “Instant Checkout” sebanding dengan risiko privasi yang mungkin timbul.

Gebrakan ini jelas menunjukkan arah baru perkembangan AI, bukan lagi sekadar bantu kerja atau bikin konten, tapi juga masuk ke ruang konsumsi sehari-hari. Namun, sebelum larut dalam euforia belanja instan lewat chatbot, ada baiknya pengguna tetap kritis. Nyaman boleh, tapi jangan sampai data pribadi jadi taruhan.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani