“Indonesia Game Developer eXchange (IGDX) 2025” kembali digelar pada Oktober tahun ini di Badung, Bali. Acara tahunan yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdik) bersama Asosiasi Game Indonesia (AGI) ini menjadi salah satu ajang terbesar bagi para pengembang gim nasional untuk memamerkan karya, menjalin jejaring bisnis, serta memperluas akses menuju pasar global.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, dalam sambutannya menegaskan bahwa industri gim telah menjadi bagian penting dari ekonomi digital Indonesia. “IGDX 2025 berfungsi sebagai platform strategis bagi pengembang game Indonesia untuk terhubung dengan penerbit, investor, distributor, dan media global, mengubah dialog menjadi kolaborasi dan peluang bisnis,” ujarnya di Badung, Bali. Menurut data terbaru yang dipaparkannya, saat ini terdapat lebih dari 2.100 pengembang dan penerbit aktif di tanah air, dengan pendapatan industri yang mencapai sekitar Rp 71 triliun atau setara 4,2 miliar dolar AS per tahun. Selain itu, jumlah pemain gim di Indonesia telah menembus 154 juta orang, menjadikannya salah satu pasar gim terbesar di Asia Tenggara.

IGDX 2025 tidak hanya berfungsi sebagai pameran, tetapi juga sebagai wadah kolaborasi antara pengembang lokal dan mitra internasional. Tahun ini, acara tersebut menghasilkan potensi transaksi bisnis mencapai 75 juta dolar AS, terutama dari pertemuan business-to-business (B2B) antara studio Indonesia dan penerbit dari Asia, Amerika, dan Eropa. Hasil ini menandai peningkatan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan menjadi bukti bahwa minat global terhadap talenta gim Indonesia terus meningkat.

Salah satu hal yang menonjol dari IGDX 2025 adalah dukungan besar terhadap game buatan anak bangsa. Sejumlah studio lokal seperti Agate, Toge Productions, GameChanger Studio, dan Mojiken memamerkan proyek terbaru mereka, mulai dari gim edukatif, strategi, hingga visual novel yang siap dipasarkan secara internasional. Beberapa gim bahkan telah menarik perhatian publisher luar negeri yang ingin membantu mendistribusikannya di platform global seperti Steam, PlayStation, dan Nintendo Switch.

Selain pameran, IGDX 2025 juga menghadirkan sesi konferensi dan mentoring yang menghadirkan pembicara dari perusahaan global seperti Google, Epic Games, dan Unity. Para ahli ini berbagi wawasan tentang tren terkini industri, strategi monetisasi, dan pentingnya pengembangan ekosistem yang berkelanjutan. Tak hanya itu, pemerintah juga menegaskan komitmennya dalam membangun program pelatihan talenta digital, termasuk dukungan inkubasi bagi pengembang muda dan startup game di berbagai daerah.

Salah satu fokus utama dalam acara tahun ini adalah penguatan nilai budaya lokal dalam gim Indonesia. Menurut Meutya Hafid, gim dapat menjadi sarana diplomasi budaya yang efektif dengan cara menyebarkan cerita, karakter, dan keindahan nusantara ke dunia internasional. Karena itu, pemerintah mendorong para pengembang agar terus mengangkat unsur tradisi dan kearifan lokal dalam karya mereka, tanpa mengorbankan kualitas gameplay dan daya tarik visual yang kompetitif.

IGDX 2025 menegaskan bahwa industri gim Indonesia tidak lagi berada di pinggiran, tetapi sedang menuju panggung global. Dukungan pemerintah, kolaborasi lintas negara, dan kreativitas para pengembang muda menjadi fondasi kuat bagi masa depan industri ini. Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, IGDX bukan hanya ajang tahunan, melainkan simbol transformasi digital Indonesia menuju ekosistem kreatif yang mandiri dan berdaya saing internasional.

 

Artikel ditulis oleh Ghina Annafes Pakaya

Disunting oleh Regina Valencia Elizabeth Kaunang