Industri manufaktur Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat kebijakan tarif impor balasan sebesar 32% yang diberlakukan Amerika Serikat pada awal April 2025. Tarif tinggi ini berpotensi menurunkan daya saing produk manufaktur Indonesia di pasar AS, terutama sektor-sektor padat karya dan berbasis teknologi seperti otomotif, elektronik, besi, dan baja. Dampak negatifnya tidak hanya pada penurunan ekspor, tetapi juga berisiko melemahkan produksi dalam negeri, mengancam lapangan kerja, dan memperlebar defisit neraca perdagangan Indonesia.
Selain tantangan di pasar ekspor, industri manufaktur nasional juga menghadapi risiko banjir produk impor dari negara lain yang terdampak kebijakan tarif AS dan mencari pasar alternatif, termasuk Indonesia. Hal ini berpotensi menggerus pangsa pasar produk lokal di dalam negeri, terutama jika tidak ada perlindungan yang memadai.
Sebagai respon, pemerintah Indonesia mendorong kebijakan relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk memperkuat daya saing industri lokal. Kebijakan TKDN yang konsisten diharapkan dapat meningkatkan penyerapan produk dalam negeri di pasar domestik, memberikan kepastian investasi, serta menarik investasi baru. Dengan demikian, produk manufaktur Indonesia dapat lebih kompetitif dan berdaya tahan menghadapi tekanan dari produk impor.
Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menekankan pentingnya perlindungan pasar domestik sebagai pasar sekunder strategis dan mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan tarif yang selektif terhadap produk impor dari AS, sesuai dengan ketentuan WTO. Langkah ini diharapkan dapat menjaga keberlangsungan industri manufaktur nasional dan melindungi lapangan kerja yang telah tercipta.
Selain itu, pemerintah juga aktif melakukan negosiasi dengan AS untuk meredam dampak kebijakan tarif impor tersebut, sekaligus mendorong kerja sama perdagangan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Pendekatan ini diharapkan dapat membuka peluang bagi produk Indonesia di pasar AS dan mengurangi tekanan tarif yang membebani eksportir nasional.
Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani