Pemerintah melalui Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia resmi menetapkan kebijakan penyeragaman masa tunggu haji reguler di seluruh provinsi menjadi rata-rata 26 tahun. Keputusan ini diumumkan pada 28 Oktober 2025 oleh Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI.

Kebijakan tersebut diambil untuk menciptakan keadilan dan pemerataan bagi calon jemaah haji di seluruh Indonesia. Sebelumnya, masa tunggu haji bervariasi secara ekstrem antarprovinsi, dengan beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan dan Jawa Timur memiliki antrean yang mencapai hingga 40 tahun. Melalui sistem baru ini, pemerintah berharap perbedaan waktu tunggu yang tajam dapat dihapuskan sehingga seluruh calon jemaah mendapat kepastian waktu keberangkatan yang lebih proporsional.

Penyeragaman masa tunggu ini akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Selain itu, pemerintah juga akan mengubah metode perhitungan kuota haji per provinsi. Jika sebelumnya alokasi kuota tidak memiliki dasar hukum yang kuat, kini penetapan akan didasarkan pada proporsi daftar tunggu nasional. Kebijakan ini akan mulai berlaku pada Musim Haji 2026/1447 H dan dijalankan selama minimal tiga tahun pertama untuk memastikan stabilitas perencanaan dan penganggaran.

Dampak kebijakan ini akan bervariasi di tiap daerah. Provinsi yang sebelumnya memiliki masa tunggu sangat panjang seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan berpotensi mendapatkan waktu tunggu yang lebih pendek. Sebaliknya, provinsi dengan antrean relatif singkat seperti Aceh kemungkinan akan mengalami sedikit perpanjangan masa tunggu hingga mencapai rata-rata nasional 26 tahun.

Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa langkah ini merupakan upaya menata ulang sistem secara lebih adil dan transparan. “Kalau menggunakan daftar tunggu sebagai dasar, maka rata-rata nasional masa tunggunya sekitar 26–27 tahun. Tidak ada lagi provinsi yang harus menunggu hingga 40 tahun,” ujarnya.

Dengan diterapkannya kebijakan ini, pemerintah berharap proses penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia menjadi lebih setara, transparan, dan efisien, sekaligus mengurangi kesenjangan antar wilayah yang selama ini terjadi dalam sistem pendaftaran dan pemberangkatan calon jemaah haji.