Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan seluruh pasar tradisional di ibu kota akan menerapkan sistem transaksi nontunai berbasis QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) mulai tahun 2026. Langkah ini diumumkan langsung oleh Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dalam ajang Jakarta Economic Forum (JEF) 2025, sebagai bagian dari upaya besar menjadikan pasar tradisional lebih modern dan efisien di era digital.

Menurut data Perumda Pasar Jaya, selaku pengelola pasar di Jakarta, hingga September 2025 sudah ada puluhan pasar yang aktif menggunakan sistem pembayaran QRIS. Sementara itu, puluhan pasar lainnya masih dalam tahap penerapan, dengan target seluruh pasar di ibu kota akan tersambung penuh pada 2026.

Program digitalisasi pasar ini memiliki sejumlah tujuan besar. Pertama, untuk meningkatkan keamanan dengan mengurangi peredaran uang tunai di area pasar yang rawan pencopetan dan pungutan liar. Kedua, QRIS dinilai akan memudahkan transaksi antara pedagang dan pembeli, sejalan dengan gaya hidup digital yang semakin umum di kalangan masyarakat urban. Selain itu, sistem ini diharapkan dapat mendorong inklusi keuangan, membantu pedagang kecil agar lebih mudah mengakses layanan perbankan dan memiliki pencatatan transaksi yang lebih transparan.

Di balik visi modernisasi ini, muncul pula sejumlah catatan kritis. Penerapan QRIS di seluruh pasar tradisional bukan tanpa hambatan. Kesenjangan literasi digital di kalangan pedagang pasar masih menjadi tantangan besar, terutama bagi mereka yang berusia lanjut atau belum terbiasa menggunakan aplikasi perbankan. Selain itu, keterbatasan sinyal internet di beberapa wilayah pasar dan potensi biaya transaksi yang bisa membebani pedagang kecil perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah.

Digitalisasi pasar juga menuntut adanya pendampingan jangka panjang, bukan sekadar peluncuran simbolis. Tanpa edukasi yang memadai dan infrastruktur yang kuat, sistem pembayaran nontunai bisa saja berakhir hanya sebagai formalitas yang tidak benar-benar digunakan oleh pedagang maupun pembeli.

Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci keberhasilan program ini. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) sebagai regulator sistem pembayaran, Perumda Pasar Jaya sebagai pelaksana di lapangan, dan bank-bank BUMD seperti Bank DKI yang berperan dalam edukasi dan penyediaan infrastruktur digital.

Dengan target ambisius di tahun 2026, langkah ini menandai babak baru bagi pasar tradisional Jakarta untuk bertransformasi menjadi pusat ekonomi rakyat yang aman, efisien, dan inklusif secara digital. Namun, keberhasilan nyata program ini akan bergantung pada seberapa jauh Pemprov DKI mampu memastikan semua lapisan masyarakat, termasuk pedagang kecil, ikut maju dalam era cashless.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani