Pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan mengirimkan utusan ke Amerika Serikat guna melakukan pembicaraan langsung terkait kebijakan tarif impor resiprokal yang diberlakukan AS, yang saat ini membebani produk ekspor Indonesia dengan tarif sebesar 32%. Langkah ini merupakan respons diplomatik untuk meredam dampak negatif perang tarif yang sedang berlangsung dan menjaga kelangsungan hubungan dagang kedua negara.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memimpin tim negosiasi yang terdiri dari Menteri Luar Negeri Sugiono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Tim ini telah melakukan pembicaraan awal dengan pejabat AS dan dijadwalkan melanjutkan pertemuan tatap muka di Washington DC pada pertengahan April 2025. Tujuan utama negosiasi adalah menurunkan tarif impor yang dikenakan AS terhadap produk Indonesia serta mencari solusi konkret yang pragmatis dan menguntungkan kedua belah pihak.
Strategi negosiasi Indonesia mencakup tiga langkah utama. Pertama, pemerintah menyiapkan proposal non-paper komprehensif yang membahas pengurangan tarif dan hambatan non-tarif, serta kolaborasi dalam perdagangan dan investasi. Kedua, Indonesia menawarkan kompensasi perdagangan dengan meningkatkan impor produk AS senilai 18 hingga 19 miliar dolar AS, sebagai bentuk goodwill untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Ketiga, pemerintah membuka peluang investasi dua arah, mendorong perusahaan AS berinvestasi di Indonesia sekaligus mendukung ekspansi perusahaan Indonesia ke pasar AS.
Kebijakan tarif resiprokal ini diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April 2025 dan mulai berlaku secara bertahap, dengan Indonesia termasuk negara yang terkena tarif tertinggi di kawasan ASEAN. Namun, AS memberikan jeda selama 90 hari kepada sebagian besar negara, termasuk Indonesia, untuk membuka ruang negosiasi.
Selain upaya bilateral, Indonesia juga mendorong negara-negara ASEAN untuk bersatu suara dalam menghadapi kebijakan tarif AS, mengingat dampak kebijakan ini juga dirasakan oleh negara-negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Pemerintah menegaskan bahwa negosiasi ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional, memperkuat daya saing ekspor, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dengan pendekatan diplomatik yang matang, Indonesia berharap dapat mencapai hasil yang konkret dan menguntungkan, sekaligus memperkuat hubungan perdagangan jangka panjang dengan Amerika Serikat.
Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani