Populasi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), lumba-lumba air tawar yang menjadi ikon Sungai Mahakam, menghadapi kondisi yang sangat genting. Berdasarkan hasil survei terbaru dan pernyataan resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup saat ini diperkirakan hanya sekitar 62 individu pesut Mahakam yang tersisa di habitat alaminya. Angka ini menunjukkan penurunan serius dalam beberapa dekade terakhir.
Pesut Mahakam masuk dalam kategori critically endangered menurut daftar merah IUCN yang berarti populasi satwa ini berada di ambang kepunahan jika tindakan pelestarian tidak diperkuat secara nyata. Satwa ini juga tercantum dalam Apendiks I CITES yang seharusnya memastikan perlindungan penuh terhadap perdagangan maupun eksploitasi bagian tubuhnya.
Beberapa faktor utama yang menyebabkan menurunnya jumlah pesut Mahakam antara lain kerusakan habitat akibat pencemaran air, aktivitas industri dan kehutanan, kebisingan lalu lintas kapal, penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan (termasuk jaring nelayan), dan risiko tabrakan kapal ponton (kapal dengan lambung datar). Pengamat lapangan mencatat beberapa kematian pesut setiap tahun, baik akibat alat tangkap, racun, maupun habitat yang semakin terancam.

Sumber dari Metro Kaltara
Pemerintah pusat dan daerah (termasuk provinsi Kalimantan Timur dan kabupaten Kutai Kartanegara) telah menyatakan komitmen untuk menyelamatkan spesies ini. Beberapa langkah yang disiapkan meliputi patroli sungai, pembentukan kawasan konservasi perairan habitat pesut, penegakan hukum terhadap aktivitas ilegal, hingga pelibatan masyarakat lokal sebagai pengawas dan pelapor. Habitat-inti seperti anak sungai dan danau-sekitar menjadi fokus perlindungan agar pesut tetap bisa berkembang biak dan mendapatkan sumber makan yang cukup.
Menteri Lingkungan Hidup menegaskan bahwa angka populasi 62 ini bukan sekadar data, melainkan panggilan darurat. Jika tidak ada peningkatan populasi dalam beberapa tahun ke depan, risiko kepunahan pesut Mahakam akan semakin nyata. Selain itu, regulasi yang sudah ada harus diimplementasikan dengan efektif, termasuk pengaturan lahan, kualitas air, dan mekanisme konservasi berbasis masyarakat.
Meski situasinya memprihatinkan, harapan masih ada. Upaya konservasi yang berlangsung sekarang dianggap masih bisa memutar balik tren penyusutan jika diikuti dukungan lintas sektor, mulai dari masyarakat lokal, pemerintah, ahli biologi, hingga industri yang beroperasi di sekitar habitat pesut. Kunci utamanya adalah konsistensi pelaksanaan kebijakan dan kepedulian publik terhadap nasib makhluk langka ini.
Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani