Setelah lebih dari seminggu penuh berjuang di bawah tumpukan puing, pada Selasa, 7 Oktober 2025 operasi evakuasi tragedi runtuhnya mushola Pondok Pesantren Al-Khoziny akhirnya diumumkan resmi ditutup. Tim SAR menyatakan bahwa semua korban telah ditemukan dan tidak ada lagi potensi korban hidup yang tersisa.

Menurut data resmi, total 171 orang telah dievakuasi dari lokasi bencana. Dari jumlah tersebut, 104 orang selamat, sementara 67 orang meninggal dunia, termasuk 8 bagian tubuh (body parts) yang diperkirakan bagian tubuh dari korban tewas. Identifikasi lebih lanjut terhadap bagian tubuh tersebut masih dalam proses identifikasi guna memastikan identitas dari korban. 

Sumber dari ANTARA News Bengkulu

Operasi pencarian dan penyelamatan dipercepat dengan penggunaan alat berat seperti ekskavator dan crane yang sebelumnya sempat dianggap berisiko mengganggu stabilitas reruntuhan dan mengakibatkan reruntuhan susulan. Tim SAR bersama tim teknis struktur memastikan area aman sebelum menerjunkan alat-alat ini agar proses evakuasi dapat berlangsung secara efektif dan minim risiko tambahan. 

Sumber dari Tribatanews Polri

Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, menyampaikan bahwa pengakhiran operasi merupakan keputusan yang diambil setelah diyakini bahwa tidak ada ruang sisa yang dapat diperiksa lagi secara layak, baik dengan metode manual maupun mekanik. “Operasi (evakuasi) resmi ditutup setelah otoritas yakin seluruh jenazah sudah ditemukan dan tidak ada lagi korban yang bisa diselamatkan,” ungkapnya. 

Sumber dari detikNews

Reaksi masyarakat dan keluarga korban pun bercampur antara kesedihan dan kelegaan bahwa proses evakuasi dari tragedi ini telah tuntas. Banyak keluarga yang berharap proses identifikasi, pemulangan jenazah, dan pemakaman dapat dilakukan secepatnya dengan penuh penghormatan. Pemerintah daerah serta lembaga terkait juga menetapkan langkah audit menyeluruh terhadap bangunan pesantren lainnya sebagai upaya pencegahan agar insiden serupa tidak terulang.

Tragedi ambruknya Ponpes Al-Khoziny menjadi salah satu bencana non-alam paling mematikan di Indonesia tahun ini. Dengan penutupan evakuasi resmi, perhatian kini bergeser ke pertanggungjawaban, evaluasi regulasi bangunan pesantren, dan perbaikan sistem pengawasan konstruksi di lembaga pendidikan berasrama. Harapan bersama adalah bahwa angka duka ini tidak hanya menjadi sia-sia, melainkan titik balik bagi peningkatan keamanan infrastruktur pesantren di seluruh negeri.

 

Artikel ditulis oleh Alivia Ichsania Yuanani